TANYA: Apakah dalam menjalankan Syariat agama Islam kita harus menganut satu mazhab tertentu dengan konsisten?
Jawab: Dikutip dari rumahfiqih.com,
Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak pernah mewajibkan kita untuk
berpegang kepada satu pendapat saja dari pendapat yang telah diberikan
ulama. Bahkan para shahabat Rasulullah SAW dahulu pun tidak pernah
diperintahkan oleh beliau untuk merujuk kepada pendapat salah satu dari
shahabat bila mereka mendapatkan masalah agama.
Maka tidak pada
tempatnya bila kita saat ini membuat kotak-kotak sendiri dan mengatakan
bahwa setiap orang harus berpegang teguh pada satu pendapat saja dan
tidak boleh berpindah mazhab. Bahkan pada hakikatnya, setiap mazhab
besar yang ada itupun sering berganti pendapat juga.
Lihatlah
bagaimana dahulu Al-Imam Asy-Syafi’i merevisi mazhab qadim-nya dengan
mazhab jadid. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang masih
menggantungkan pendapat kepada masukan dari orang lain. Misalnya
ungkapan paling masyhur dari mereka adalah:”Apabila suatu hadits itu
shahih, maka menjadi mazhabku.”
Itu berarti seorang imam bisa
saja tawaqquf (belum berpendadapat) atau memberikan peluang berubahnya
fatwa bila terbukti ada dalil yang lebih kuat. Maka perubahan pendapat
dalam mazhab itu sangat mungkin terjadi. Bila di dalam sebuah mazhab
bisa dimungkinkan terjadinya perubahan fatwa, maka hal itu juga bermakna
bahwa bisa saja seorang berpindah pendapat dari satu kepada yang
lainnya.
Memang ada sedikit perbedaan pendapat di antara para
fuqoha tentang masalah keharusan perpegang hanya pada satu mazhab.Secara
garis besar, kira-kira demikian:
1. Pendapat Pertama: Wajib berpegang pada satu mazhab saja.
Pendapat mereka berangkat dari pemikiran bahwa imam mazhab telah
memiliki metodologi tersendiri dalam membangun mazhab. Dan semua
pendapatnya itu berangkat dari metodologi yang telah disusunnya, bukan
sekedar pendapat yang bermunculan secara tiba-tiba.
Dengan
demikian maka pendapat-pendapat yang bersumber dari satu mazhab tertentu
lahir dari sebuah proses yang teratur dan memiliki pola istimbath yang
konsisten. Sehingga bila berpindah-pindah mazhab akan mengakibatkan
ketidak-konsistenan dalam metodologi. Menurut pendukung pendapat ini,
seseorang harus konsisten dalam metodologi mazhab.
2. Pendapat kedua: Tidak wajib untuk bertaqlid kepada satu mazhab sana.
Menurut para pendukung pendapat ini, seseorang boleh mengikuti pendapat
yang berbeda dari beragam mazhab. Karena tidak ada perintah untuk
berpegang tegus kepada satu orang mujtahid saja.
Ketika seseorang
bermazhab tertentu seperti Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyyah
atau pun Al-Hanabilah, maka pada suautu masalah tertentu boleh saja dia
tidak sepakat dengan pendapat mazhabnya. Hal seperti itu lazim terjadi
dan sama sekali tidak ada larangan.
Allah sendiri tidak pernah
mewajibkan seseorang untuk betaqlid pada mujtahid tertentu. Kalaupun ada
perintah, maka Allah memerintahkan seseorang untuk bertanya kepada ahli
ilmu secara umum. Allah berfirman:
Maka bertanyalah kepada ahli ilmu bila kamu tidak mengerti
(QS. Al-Anbiya`: 7)
Selain itu berpegang hanya pada satu mazhab saja tanpa dibolehkan
melihat kepada mazhab lainnya merupakan sebuah kesempitan dan
kesuilitan. Padahal adanya mazhab sebenarnya merupakan rahmat dan
nikmat.
Apalagi di zaman yang semakin berkembang ini di mana bisa
saja pandangan dari suatu mazhab menjadi kurang tepat untuk diterapkan
lagi, sedangkan pandangan dari mazhab lain yang dulu kurang populer
justru lebih terasa mengena di zaman ini. Karena itulah maka pendapat
kedua ini nampaknya lebih tepat dan juga pendapat inilah yang disepakati
oleh jumhur ulama.
Belajar Fiqh dengan Satu Mazhab atau Banyak Mazhab
Pada dasarnya hampir semua pengajaran masalah fiqih pada tingkat dasar,
merupaka nkelaziman bila yang diajarkan hanya satu mazhab saja.
Misalnya, ilmu fiqih yang diajarkan di banyak pesantren, madrasah,
jamaah pengajian, majelis taklim dan lainnya, umumnya mengajarkan fiqih
dengan satu mazhab saja.
Keunggulannya, pelajaran itu jadi lebih
praktis, cepat, efisien dan aplikatif. Karena belum lagi bicara tentang
perbadaan pendapat di kalangan ulama. Sehingga tidak menimbulkan
kebingungan buat mereka yang masih baru belajar.
Justru yang
sangat jarang diberikan adalah ilmu fiqih dalam bentuk perbandingan
mazhab. Metode ini nyaris boleh dibilang tidak pernah disampaikan di
pesantren tradisional, pengajian atau majelis taklim. Sebab selain
kekurangan referensi, kita pun kekuranan tenagaahli fiqih yang menguasai
fiqih perbandingan mazhab. Selain itu, metode ini hanya cocok buat
mereka yang sudah berada pada level lanjutan.
Namun metode
pengajaran fiqih dengan langsung membahas perbandingan dan perbedaan
pendapat, juga punya keunggulan. Misalnya, masyarakat jadi tahu bahwa
teknis ibadah itu ternyata bukan hanya satu versi, melainkan ada banyak
versi. Selain itu, bila suatu ketika berhadapan dengan saudara-saudara
muslim dari mazhab lain yang kebetulan berbeda teknis ibadahnya, sudah
tidak asing lagi dan malah semakin erat hubungannya. Sehingga potensi
perpecahan umat justru bisa diredam, karena masing-masing sudah punya
wawasan tentang perbedaan masing-masing mazhab.
Buat mereka yang
baru saja mengenal ilmu fiqih, seperti anak sekolah atau masyarakat
awam, belajar fiqih dengan satu mazhab memang lebih tepat. Sebaliknya,
buat tingkat lanjutan, belajar fiqih dengan perbandingan mazhab bisa
menambah wawasan.
No comments:
Post a Comment