Dalam antropologi sosial, Poligami merupakan praktik
pernikahan kepada lebih dari satu istri atau suami. Terdapat tiga bentuk
poligami, yaitu : Poligini ( Seorang pria memiliki beberapa orang
istri); Poliandri ( Seorang wanita memiliki beberapa orang suami ) dan
Group Marriage atau Group Family ( yaitu gabungan dari poligini dengan
poliandri, misalnya dalam satu rumah ada lima laki-laki dan lima wanita,
kemudian bercampur secara bergantian ).
Ketiga bentuk poligami itu ditemukan dalam sejarah manusia, namun
poligini merupakan bentuk paling umum. Poligami ( dalam makna Poligini )
bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam datang,
peradaban manusia di berbagai belahan dunia sudah mengenal poligami.
Nabi Ibrahim as beristri Sarah dan Hajar, Nabi Ya'qub as beristri :
Rahel, Lea, dan menggauli dua budak/hamba sahayanya : Zilfa dan Bilha.
Dalam perjanjian lama Yahudi Nabi Daud as disebut-sebut beristri 300
orang. Dalam sejarah, raja-raja Hindu juga melakukan poligami dengan
seorang permaisuri dan banyak selir. Dalam dunia gereja juga dikenal
praktik poligami, Dewan tertinggi Gereja Inggris sampai abad sebelas
membolehkan poligami.
Dalam Katholik sejak masa kepemimpinan Paus Leo XIII pada tahun 1866
poligami mulai dilarang. Dalam The Book of Mormon, Triatmojo,
menjelaskan bahwa Penganut Mormonisme sebuah aliran Kristen, pimpinan
Joseph Smith sejak tahun 1840 hingga sekarang mempraktikan bahkan
menganjurkan poligami.
Bangsa Arab sebelum Islam datang sudah biasa berpoligami , ketika Islam
datang, Islam membatasi jumlah istri yang boleh dinikahi. Islam memberi
arahan untuk berpoligami yang berkeadilan dan sejahtera. Dalam Islam
Poligami bukan wajib, tapi mubah, berdasar antara lain QS An-Nisa : 3 .
Muhammad Abduh (1849-1905 ) adalah satu dari sedikit ulama yang
mengharamkan poligami, dengan alasan bahwa syarat yang diminta adalah
berbuat adil, dan itu tidak mungkin bisa dipenuhi manusia seperti
dinyatakan dalam QS An-Nisa : 129 ( Tafsier Al-Manar, Dar Al-Fikr, tt,
IV: 347-350 ) Abduh yang mantan Syeikh Al-Azhar ini menjelaskan tiga
alasan haramnya poligami : Pertama, Syarat poligami adalah berbuat adil,
syarat ini mustahil bisa dipenuhi seperti dikatakan dalam QS An-Nisa :
129. Kedua, buruknya perlakuan para suami yang berpoligami terhadap para
istrinya, karena mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban memberi
nafkah lahir dan batin secara baik dan adil. Ketiga, dampak psikologis
anak-anak hasil poligami, mereka tumbuh dalam kebencian dan pertengkaran
karena ibu mereka bertengkar baik dengan suami atau dengan istrinya
yang lain. ( Al-'Amal Al-Kamilah lil-imam Al-Syeikh Muhammad Abduh,
Cairo, Dar Al-Syuruk, 1933 , II: 88-93 ) .
Argumen Abduh inilah yang sering diusung oleh kaum sekuler liberal,
untuk menolak poligami, disamping dalih utama mereka adalah HAM dan
Gender Equality ( Kesetaraan Gender ). Padahal keadilan yang mustahil
bisa dilakukan manusia bukan keadilan dalam segala hal. Seperti
dikatakan sahabat Ibnu Abbas ra, adalah keadilan dalam hal mahabbah dan
ghirah kepada istri-istri. Yang dituntut oleh QS. An-Nisa : 3 adalah
keadilan dalam memberi nafkah. "
"Adil " juga tidak identik dengan " sama ". Ketika kabar Aa Gym menikah
lagi dengan AlFarini Eridani muncul ke media bersamaan dengan beredarnya
video mesum yang dilakukan penyanyi dangdut Maria Eva dengan Seorang
anggota DPR dari Partai Golkar Yahya Zaini, reaksi keras, dan emosional
dari berbagai kalangan, khususnya pengusung gerakan feminisme sekuler,
lebih banyak dialamatkan kepada pelaku poligami yang dalam Islam
hukumnya mubah. Sampai ada Koalisi Perempuan Kecewa Aa Gym (KPKAG).
Presiden SBY pun seperti kebakaran jenggot, sampai harus memanggil
mentri UPP Meutia Hatta dan Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar untuk
merevisi PP !0/1983 agar tidak hanya berlaku bagi TNI/Polri dan PNS
saja, tapi bisa diperluas hingga menjangkau kaum swasta.
Anehnya, Baik Presiden SBY, Meutia, Nasaruddin dan mereka yang
antipoligami tidak merasa resah dan prihatin atas " Poligami liar "
model Maria Eva dan Yahya Zaini, yang jelas-jelas haram. Kenapa kaum
feminis tidak merasa sakit hati diperlakukan seperti barang dagangan,
setelah hamil dipaksa harus menggugurkan kandungannya, lantas dimana
moral obligation mereka ? Mestinya yang harus diperketat dan diperberat
bukan aturan poligami, tapi aturan dan hukuman bagi pelaku " Selingkuh
", atau " Teman Tapi Mesum " yang pelakunya bisa dipastikan jauh lebih
banyak dari pada pelaku poligami.
Aturan seperti PP 10/1983 yang melarang PNS berpoligami telah
menciptakan opini umum dan pencitraan bahwa poligami seakan sebuah
tindakan kriminal yang keji dan amoral yang harus diberantas sampai
tuntas. Apalagi dengan persyaratan bathil yang sama sekali tidak
rasional saking super sulitnya. Pada hakikatnya dengan peraturan model
PP 10/1983 ini pemerintah RI telah " mengharamkan " poligami. Selain
harus seizin istri pertama dan izin atasan, istri pertama haruslah : 1)
Tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai istri; 2) Berpenyakit permanen;
3 ) Tidak berketurunan. Maka jangan kaget, jika pada akhirnya banyak di
antara mereka yang menempuh jalan haram dan terkutuk.
Dalam Katholik Pastur termasuk Paus jangankan berpoligami, mereka
menikahpun tidak. Sebuah sikap dan tradisi yang sudah dipertahankan
selama hampir dua ribu tahun. Diantara alasannya karena Tuhan (Yesus)
tidak menikah, maka sebagai pelayan Tuhan mereka tidak menikah.
Kebanyakan kaum muslimien juga mempercayai bahwa Nabi Isa as tidak
menikah. Menurut pandangan banyak kristolog, keyakinan itu lebih banyak
dipengaruhi oleh ajaran Katholik tadi. QS. Ar-Ra'du : 38 yang menyatakan
bahwa Allah telah mengutus banyak Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad
saw. dan telah memberikan kepada para Nabi dan Rasul itu istri dan
keturunan, tak terkecuali Nabi Isa as.
Dan Brown dalam bukunya The Davinci Code menyebut nama Maria Magdalena
sebagai istri Yesus, yang ketika (orang yang diserupakan) Yesus disalib,
ia sedang hamil tua. Kemudian atas bantuan paman Yesus bernama Yosep
dari Arimatea ia dibawa keluar dari Yarusalem menuju Prancis. Ia
dititipkan pada sebuah keluarga Yahudi . Ia melahirkan seorang anak
perempuan yang kemudian diberi nama Sarah. Setelah Sarah dewasa ia
menikah dengan seorang bangsawan Prancis. Dari pernikahan dua bangsawan
ini melahirkan sebuah marga bangsawan baru yang dikenal dengan nama
Merovingian.
Mereka sampai hari ini masih mempertahankan sebuah aliran gereja bernama
Churh of Sion yang pemuka agamanya adalah perempuan, meneruskan
kepemimpinan Maria Magdalena. Seorang sejarawan dan pakar theology dan
Al-Kitab bernama Prof Dr Barbara Theiring dari Sidney, Australia, yang
selama 20 tahun mendalami Naskah Laut Mati, yakni sebuah naskah tua
Injil tertua yang ditemukan di laut Mati, dalam buku yang kemudian
ditulisnya "Jesus The Man" berkesimpulan bahwa Yesus itu bukan hanya
menikah tapi juga berpoligami.
Upacara pernikahan Yesus oleh pihak gereja sengaja dikaburkan. Dalam
injil Lukas 7:37-38 dijelaskan bahwa Maria Magdalena membawa buli-buli
pualam berisi minyak wangi, sambil menangis ia pergi berdiri di belakang
Yesus dekat kakinya, lalu membasahi kakinya itu dengan air matanya dan
menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kakinya dan
meminyakinya dengan minyak wangi itu. Ini adalah upacara pernikahan
bangsawan Yahudi. Dalam Injil dikaburkan seolah-olah Maria Magdalena
adalah seorang perempuan pendosa yang datang meminta ampun kepada Yesus.
Menurut Barbara seorang perempuan mencium laki-laki yang bukan
muhrimnya dalam agama Yahudi hukumannya adalah hukuman mati. Tapi kenapa
Maria Magdalena tidak dihukum ? Karena ini merupakan upacara pernikahan
Yesus.
Prof . Dr . Barbara Theiring dalam bukunya Jesus and The Riddle of The
Dead Sea Scroll, Harper San Fransisco, 1992, menjelaskan kronologi
perkawinan Yesus. Perkawinan pertama (kawin gantung) dengan Maria
Magdalena diselenggarakan pada hari Jum'at 22 September 30 M pukul 18.00
di Ain Feskhah (Palestina). Perkawinan kedua ( Pesta Walimah ) dengan
Maria Magdalena berlangsung pada 19 Maret 33 M pk. 24.00 di Ain Feskhah.
Yesus juga menikah dengan istri kedua bernama Lidya pada malam Selasa
17 Maret 50 M. Jika semua ini benar, maka tidak ada alasan bagi Pastur
termasuk Paus untuk tidak menikah. Wallahu'alam. (persis)
No comments:
Post a Comment